Banyak sekali di dalam ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tentang Haji, dari tentang pelaksanaan, waktu, hingga sejarah pelaksanaan Haji. Ritual ibadah Haji yang selama ini dikenal dan telah dilaksanakan ribuan tahun, yakni sejak zaman nabi Ibrahim, ternyata langsung diminta oleh nabi Ibrahim kepada Allah, yang terkenal dengan ucapan beliau “wa arina manasikana”. Sehingga kalau kita mau jujur, bahwa ritual haji adalah ritual keagamaan yang paling tua di dunia dan paling bisa dipertanggungjawabkan secara historis, karena kebiasaan dari bangsa arab untuk mengingat dan mencatat seluruh kejadian, terlebih lagi, merupakan salah satu kebanggaan bangsanya.
Terhitung tangal 8 – 13 Zulhijjah adalah inti dari seluruh pelaksanaan Haji, sejak kita masuk ke Mina, Wukuf di Arafah dan Muzdalifah. Terlebih lagi, inti dari semuanya adalah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi “Al Hajju Arafah”, Haji itu adalah Arafah.
Wukuf di Arafah, kita disunnahkan masuk sebelum zuhur pada tanggal 9 Zulhijjah dan segera keluar dari Arafah setelah maghrib atau setelah matahari terbenam, dengan menyegerakan bahkan kita disunnahkan untuk sholat jama’ takhir antara Maghrib dan Isya. Merupakan kesalahan besar, bila kita keluar dari Arafah sebelum terbenamnya matahari. Hal ini tidak bisa digantikan dengan dam, apabila kita tidak hadir, maka Haji kita tidak sah.
Apa rahasia dibalik wukuf di Arafah? Ternyata ada hadits yang mutawatir (hadits yang kedudukannya tidak diragukan lagi baik secara isi dan orang-orang yang meriwayatkannya), yang menyatakan bahwa “Allah turun ke langit bumi yang terendah, dan membangga-banggakan umatNya yang hadir di Arafah kepada seluruh makhluk di Dunia dan para malaikat, “Lihatlah! Hamba-hambaKu datang menjawab panggilanKu”. Dan di akhir hadits tersebut, Nabi menyatakan “Tidak ada ganjaran Haji yang Mabrur selain surga”
Pernahkan terbayang dibenak kita, pemilik dari seluruh jagat ini mendekatkan diri kepada hambaNya, seraya membangga-banggakan kepada yang lain, bahwa kita telah menjawab panggilanNya. Betapa bangganya kita, jika nama kita disebut oleh pejabat, atasan kita atau orang-orang yang kita anggap memiliki power, maka sudah sepatutnya kita pun bangga dengan kebanggaan Allah.
Namun, yang patut kita sayangkan adalah, sewaktu kita berhaji, terutama ketika kita berada di Arafah, ada ketentuan yang sering kita lupa, yakni “Wa laa Rafatsa, Wa laa Fusuqa, Wa laa Jidaala”. Berbicara mengarah pada perbuatan kotor, berbuat fasik dan dilarang berbantah-bantahan. Mungkin dikarenakan jamaah Haji kita termasuk jamaah yang berlama-lama di Tanah Haram, sehingga kadang kita sudah tidak lagi mengindahkan ketiga ketentuan tersebut.
Kepada mereka yang telah dan sedang melaksanakan haji, maka sudah selayaknya mempertahankan kebanggaan Allah tersebut, dengan bentuk semakin meningkatkan ibadahnya dan semakin bertaqwa. Untuk yang belum dan masih dalam daftar tunggu, sudah selayaknya berdoa.
Wallahu Al Musta’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar